buku berserak barak

Photobucket

bintik kopi

Photobucket 

sore ini, seperti biasa kembali kunikmati butiran kopi yang berlari di sepanjang gelas putih milikku. ditemani sepotong sendok, yang kulupa punya siapa. lebih tepatnya, pura-pura lupa. sepanjang apa lintasan pacu butiran kopi yang ditawarkan, sepanjang itu juga kuupayakan memburunya. kuupayakan juga ikut berlari bersama.

air setengah mendidih yang kuseduh di ruang tengah seperti sedang berdiskusi di dalam. cukup alot, membuatku sedikit jemu untuk menatap, hanya sekedar menatap hangat yang ia tawarkan. menunggu butir demi butir menenggelamkan diri itu ternyata membosankan juga. kenapa?mungkin karena aku orang yang tidak begitu suka pahit yang butiran kopi ceritakan. aku hanya seorang yang menunggu hasil diskusi singkat antara mereka saja. karena yang kupahami, diskusi akan menimbulkan banyak refleksi, walaupun hanya segelintir saja yang mencapainya.

ada yang menarik dengan aku dan kopi belakangan ini. tidak seperti biasa, aku tidak mengikutsertakan banyak gula. walaupun tidak dapat kusangkalkan, aku masih tidak bisa lepas dari si manis ini. mungkin saja aku sedang mencoba pahit yang sepertinya sangat jarang berlaku, atau mungkin juga manisku keterlaluan sehingga aku tidak begitu tahu bagaimana pahit sedang bercerita, dengan indahnya.


 satu sore, masih dengan pergulatan kopi hitamku.
 //ampera raya cilandak, hari selasa di duapuluhdua mei.

bukit layangan


Photobucket

suatu pagi, di sebuah bukit layangan. aku kecil berjumpa dengan kamu kecil. aku tahu kamu pasti datang dengan membawa ransel kecilmu itu, dan sudah pasti aku juga membawa tas bututku ini. kita tahu dan sama-sama tahu, kalau kita membawa perbekalan masing-masing. kita saling tersenyum saja ketika bertemu sebelum ini. kita membuka bekal masing-masing. kamu di sebelah sana, aku di sebelah sini. tapi hari ini, aku ingin bermain bersama. maukah kamu bermain bersamaku?

suatu pagi, di sebuah bukit layangan. aku tidak perlu banyak bicara untuk mengajakmu bermain. aku lemparkan tangan kecilku, kamu langsung menyambutnya. sepertinya kita sama. butuh teman bermain. toh, kemarin-kemarin kita sama-sama bermain sendiri. kalau bermain bersama jauh lebih menyenangkan, kenapa jadi harus bermain sendiri. kita sepemikiran. mari kita bermain bersama.

suatu pagi, di sebuah bukit layangan. kita sama-sama bingung mau bermain apa. ternyata diluar pemikiran kita berdua, kita sama tidak kreatifnya. hehe. tapi bukan berarti kita lewati waktu bermain ini dengan begini saja. aku tahu apa yang menjadi kesenanganmu, sehingga tidaklah sulit untuk membuatmu tertawa lepas. kalaupun sebenarnyakamu masih bilang, aku tidak kreatif membuat suatu permainan, aku langsung berlari menghampirimu. melepaskan jitakan mautku. enak saja kamu bilang tidak kreatif, aku tidak terima! kamupun bisanya cuma terdiam ketika jitakan demi jitakan mendarat di kepalamu. sebenarnya bukan jitakannya yang penting. sesudahnya. kita tertawa lepas bersama lagi. 

suatu pagi, di sebuah bukit layangan. kamu mengajakku lomba lari. akupun menerima saja ajakanmu, karena katamu juga, yang kalah gendong yang menang nantinya. wah, kapan lagi aku bisa digendong, pikirku. kita berdua mempersiapkan diri, karena yang aku tahu, kamu lumayan jago lari. mulai! kita berlari bersama, mencapai garis finish yang kita sepakati bersama. ternyata kamu tangguh juga, tapi tetap saja aku lebih tangguh darimu. kutinggalkan kau sedikit di depan. sedikit saja. sampai kau tarik tanganku, ah curang! akupun terjatuh, dan kamu sampai finish pertama. curang, curang, curang. tapi kamu tetap saja menjulurkan lidah jelekmu itu, sambil memaksa-maksa digendong, seperti kesepekatan sebelumnya. dengan memasang muka bengisku, kugendong kamu keliling lapangan bukit layangan kita. ternyata kamu ringan saja, hehe. tidak ada salahnya rasanya kugendong kamu walaupun aku menang tadi. dan seperti biasa, kita menyanyikan lagu faforit kita bersama-sama, sambil tertawa lepas. 

que sera sera, whatever will be will be.the future's not ours to see. que sera sera, what will be will be . . .

suatu pagi, di sebuah bukit layangan. capek juga bermain sepanjang hari. kita buka bekal sama-sama. kamu ambil bekal dari tas ranselmu, aku ambil dari tas bututku. kita saling menjulurkan lidah awalnya, karena kita masing-masing menyombongkan bekal yang kita bawa. tapi ujung-ujungnya, makan bekal bersama-sama ternyata jauh lebih menyenangkan. aku membagi bekalku, kamu tidak lupa membagi bekalmu. jadi sedikit lebih nikmat istirahat hari ini, karena aku bisa mencoba makanan baru. bukan ikan asin seperti biasa. 

suatu pagi, di sebuah bukit layangan. memang ini sudah waktunya pulang. tapi aku ingin mengajakmu. ya, mengajakmu terbang. aku sedikit memaksamu dengan mata mubengku, akhirnya kamu mau juga. kita tanggalkan saja tas ransel kita berdua disini, kita tinggalkan di bukit layangan kita. kita siapkan terbang ini dengan berlari. mari, pegang tanganku, kita berlari bersama. 

lari..lari..lari..terbaaaaaaang!

aku masih memegang tanganmu. ternyata terbang bebas lepas itu menyenangkan ya. lebih-lebih aku bisa terbang dengan menatap matamu seperti ini. sekarang. yang kupunya hanya dirimu. maukah kamu terus terbang bersamaku seperti ini? untuk menua bersama-sama.




mede
//bukit paralayang puncak. di tujuh belas mei


dua dua di dua empat


aku duduk di tempatku, dengan sedikit bumbu irama pagi ini. menopang dagu untuk kesekian kalinya, menatap lembaran putih microsoft wordku. masing-masing sibuk dengan milik mereka, membuat pasti dirinya mendedikasikan semuanya untuk masa depannya. entah masa depan seperti apa yang ada dalam benak mereka masing-masing. ada yang sibuk dengan percakapan dengan teman luar negerinya.  ada yang tersenyum simpul menikmati blackberry nya, entah siapa yang ada di pojok sebelah sananya. ada yang tertunduk dengan headset lengkap di kedua telinganya, terlihat seperti ketakutan akan sesuatu. ada yang memegang kepala dengan selipan pulpen antara jari tengah dan manisnya, terfokus membaca sebuah buku agama, sedang serius nampaknya. dan ada aku, merangkum semua dari mereka.

hari ini katanya membahagiakan, karena tanggal ini dua puluh dua tahun lalu aku dilahirkan. tepat seperti dulu juga, di hari kamis. entah apa sebenarnya yang dirayakan ketika tanggal menyamakan diri setiap tahunnya. entah hanya ritual-ritual lama yang perlu dijaga. entah mengingatkan waktu hidup kita yang semakin sebentar. mungkin. semoga saja yang diingatkan menjadi tidak lupa, kalau hidup perlu dimaknai lebih.  kalau kita perlu membesarkan diri, membesarkan isi kepala bukannya membesarkan kepala.

menjadi istimewa ketika di dini hari, ketika tengah malam meresmikan dirinya, beberapa ucapan sudah menyeruak ke dalam telepon genggam kecilku. ucapan yang cukup menjadikan senyum simpul setidaknya datang menghadirkan diri. dari seorang saudara, dari beberapa orang adik yang entah bagaimana aku di matanya. walaupun tidak sempat aku bertegur sapa dengan dini hari yang selalu hangat itu, setidaknya aku tahu, aku masih ada di sedikit hati-hati mereka.

senang rasanya ketika sebuah senyuman menghampiriku telepon genggam kecilku. kalau biasanya dia menyapa dengan pesan singkatnya, sekarang dia coba menyapa dengan suaranya, di pojok sebelah sana. walaupun terdengar sedikit berat, mudahan disana kau baik-baik. disini aku cuma bisa hadirkan senyuman. semangat.




-maidiyantorahmat-
 ruangkelas kampus cilandak, samping ruang buku

satu sujud

di satu waktu, terjerembab dalam sebuah tahyatul masjid. air mata menjadi ringan untuk ditawarkan. mengalir saja seperti aroma pagi itu. entah apa yang mata ingin sampaikan hingga ia mengirimkan air kepada satu pribadi. yang tidak tahu makna, tidak tahu arti, tidak tahu diri.

aku sudah terlalu lama tidak bercengkrama. dengan sujudku. dengan air yang ditawarkan mata. dengan makna yang ingin berbagi. ya, semuanya karena si aku masih saja tidak tahu diri. tidak coba memakna apa yang sudah terlepas dan dilepas. tidak tahu apa, mengapa, bagaimana. sujud yang entah aku merindu atau tidak, yang entah menawarkan jawaban atau hanya sempadan antara fakta dan makna, entah. entahlah.

mattompodalle


 sebuah cerita, berbagai makna didalamnya. sebulan rasanya saya menginjak mattompodalle, sebuah lapang di daerah kabupaten takalar, tanah ujung pandang. bertemu berbagai pengalaman, berharga, penuh warna, penuh kekuatan, penuh ceria, penuh banyak sederhana bagi saya yang lumayan awam ini.

sederhana. sepertinya ini kata kuncinya. ketika kau temukan sederhana yang terstruktur secara tentram beraturan, maka akan kita genggam suatu kekuatan tak terbatas, tapi tidak menyombong sehingga akan jadi tidak tak terbatas. ya, begitulah sederhana yang bertemu saya di mattompodalle. ketika sederhana menjadi tidak dibuat-buat, ketika sederhana mengalir deras begitu saja, menyejukkan, ketika sederhana itu menjadi maksimal, dan semoga ketika sederhana itu tidak menjadi berantakan dengan keberadaan kami.

sanekane

sanekane. mungkin terdengar asing, mungkin saja sering bagi sedikit atau segelintir saja. saya juga mendengarnya asing, dan baru saja tertemukan di halaman wiki. ya, sanekane sama saja dengan jejaring sosial. sebuah frasa yang baru saja menyeruak mendadak belakangan, karena teknologi, karena globalisasi, karena berubah itu adalah sesuatu yang sangat cepat rasanya sekarang. dan. jejaring sosial, sebutkanlah sanekane mulai mengubah, mulai ekspansi sebuah ubah, mulai mengemuka, mulai berkestensifikasi. mari mulai menanya, berubah seperti apa?