sisi porsi profesi

dunia yang kecil, sesak dengan sisi, sisi dari kanan kiri muka belakang. sudah ada koreksi pasti, ketika muka dituliskan, mesti ada yang membesit. lawannya belakang kan depan? begitulah sisi menjadi menarik, ketika banyak beda dicipta. lalu kenapa kita selalu mengupayakan sama ketika beda menjadi sesuatu indah yang sungguh. mungkin yang benar bukan disamakan, menyamakan, sama, tapi masalah kemasan. mengemas beda menjadi indah. solutif walaupun sulit.

sisi. jangan salahkan sisi menjadi masalah, karena dia ada karena memang untuk tidak diada-adakan. ada dengan sendiri. banyak yang bisa membicara tentang sisi. pertama : pikir. banyak orang punya sisi dalam pikir. sisi pikir satu biasanya merekonsiliasi supaya sama. berangkat dari pikir dicoba menjadikan sama sisi, untuk sisi yang lebih banyak. kedua : tujuan. setiap pribadi pasti punya tujuan kecil, besar, pendek, menengah, panjang. ketika sudah dituliskan dalam pikir, ada tujuan-tujuan, dalam masing-masing pribadi, kenapa kita banyak menginterogasi? hargai. nikmati, jalani apa yang ada untuk kita. ketiga : kurang dan lebih. ada sisi kurang, dan ada sisi lebih, keduanya saling menjamu dan saling meramu, untuk kelengkapan pribadi. sadarlah, bahwa setiap pribadi tidak mungkin tidak kurang, dan tidak mungkin tidak lebih. ketika ada lain tidak sadar, sadarkan. ketika ada kurang yang menyembunyi, maka harus ada lebih yang menyolusi. ketika ada lebih yang mulai meninggi, maka ingatkan ada kurang yang selalu menghadiri. banyak sisi, jadi jangan menjadikannya menjadi sisih.

porsi. kalau kata kamus, bagian (yg menjadi tanggung jawab atau yg harus dikerjakan). saya lebih suka bagian yang kedua : harus dikerjakan. kita, kalangan pribadi, harus mengerti bahwa kita terbagi-bagi porsi, terbagi-bagi bagian, terbagi-bagi yang harus kita kerjakan, terbagi-terbagi tanggung jawab. jika sudah terbagi, tidak semestinya dan semaklumnya, tidak mengganggu bagian yang lain sehingga tidak terjadi terganggu. gangguan bisa, asal pada maklumnya, asal pada batasnya, asal pada wajarnya, asal pada konstruktif, asal pada bangun, asal pada baik. yang penting, harus terkerjakan. ketika masing-masing kita mengerjakan apa yang harus masing-masing kita kerjakan, bukankah itu menjadi selesai? saya masih suka sampai sekarang ketika teman saya menulis quote seperti ini ‘don’t take the God’s job’. apa yang sudah menjadi kuasa Yang Esa, jangan sekuat kita mencoba mengerja. kerja apa yang menjadi porsi. siapa yang menentukan porsi? kita sendiri. karena kita yang mengerti dan mengetahui, apa yang bisa kita kerjakan. ketika ada sesuatu yang diluar porsi kita, kenapa jadi saling berebut seperti kera. karenanya, teruslah berpikirlah proporsi. ketika porsi kita lebih, bagikan pada yang kurang. jika porsi kita porsi kita sedikit lebih banyak, bagikan pada yang lebih banyak sedikit. sehingga adil proporsional menjadi nyata, dan hidup, dan berkembang, dan tumbuh.

profesi. dikatakan lain, pekerjaan, keahlian, keterampilan, kejuruan. profesi, seperti sisi, juga banyak adanya. tukang menukang, bekerja di kantor / pegawai kantoran, swasta, pemikir, penulis, olahragawan, agamawan, dan bicarawan. secara garis besar itu. tapi yang membuat menjadi ketertarikan itu yang secara garis kecil. yang diluar kelaziman, diluar biasa. tapi sayangnya kadang kurang diminat bahkan kurang diharga. ketika profesi ini menjadi sedikit, maka diperlu orang yang luar biasa untuk menjadikannya barang terlihat dan diaku, untuk menunjukkan keluarbiasaannya. memang, yang garis besar harus tetap berjalan diatas makna. tapi yang garis kecil juga boleh bersanding untuk menunjukkan warna. bukankah makna dan warna itu saling memperindah? walau sekarang sudah serasa saling meniadakan.

begitulah, sisi, porsi dan profesi saling berinteraksi. tidak bisa terpungkiri, dunia ini banyak sisinya. bukankah bola itu sisi tidak terbatas. karena itu, adalah wajib untuk mempertimbangkan dan menghargai terus, sisi dari berbagai sisi. ketika sisi sudah menunjukkan porsi untuk masing-masingnya, jangan kita berebut-berebut porsi, atau melempar-melempar porsi, yang cukup benar adalah kita sedikit berbagi porsi untuk banyak yang sedikit, untuk mencapai proporsional yang adil. adalah baik ketika profesi sudah tergariskan pada masing-masingnya, berdasarkan sisi dan porsi. jadi bagaimana? masih tidak memikirkan sisi, porsi dan profesi?

itu kamu?

Photobucket

lagu lama

Photobucket

rumah kecil

kita, terdampar dalam jaman yang berbeda. aku disini asik dengan duniaku. disana aku tidak tau kau sedang asik dengan apa maupun dengan siapa. entah dengan gitar coklat selebrasimu, atau dengan lengkingan suara kecilmu, atau mungkin saja kau masih seperti biasa, sibuk duduk sendiri menatap esok yang tidak pernah tau bagaimana rupanya.

aku pernah coba memutar lensa kameraku. kamera jelek hasil jerih payahku. kucoba fokuskan pada titik yang tidak pernah kutau apa sebenarnya ia. kuupayakan posisi terbaik untuk mengambil sebuah foto, karyaku. seperti katamu, hidup harus kaya karya bukan? walaupun aku sudah berupaya mengelap keringat untuk kesekian kalinya, mencoba menutup lelah yang sudah lama berlari-lari dalam pikiranku. hidup untuk karya terbaik itu kan sebuah kebahagiaan. dan kebahagiaan itu adalah sesuatu yang indah. tahukah dimana letak indah yang sebenarnya? ketika kita tidak tahu dan kurang begitu mengerti, karya apakah yang sedang kita buat.

gitar. asal kau tahu saja, aku juga lumayan pandai memetik gitar. lagi, kunamakan ini gitar jelek hasil jerih payahku. karena sudah banyak yang mengajariku, memetik senar demi senar dengan jemari lengkap bukanlah sesuatu yang lebih rumit daripada algoritma membosankan di buku matematikamu itu. merangkai partitur demi sebuah komposisi yang paling indah itu rasanya seperti menyeduh kopi saja. kita yang membuat campurannya, orang yang nikmati aromanya. tapi, tetap kitalah yang menyantapnya, menghabiskannya sampai ke ampas-ampasnya, dengan lirikan tajam kepada semua orang sempat mencicipi aromanya.

(              )

udara malam ini sejuk juga. bersama bulan yang tidak pernah sudi menyibak mendung yang ada. bersama rintihan suara alang-alang yang sedikit berantakan. bersama pikiran dimana kau selalu meneriakkan namamu didalamnya. pernahkah kau berusaha sedikit pelankan suaramu, karena ia selalu mengitariku, di sekeliling setiap sudut yang ada terbentuk. pernah kuajak gemintang untuk menerangi pikiranku untuk menerangi gelapnya alam pikiranku. seperti malam-malam biasa. tidak ada bintang malam ini. dan sepertinya, akan seperti ini juga selanjutnya.

untuk malam ini, kita mainkan gitar saja. cukup dengan nada-nada pendek seperti biasa. karena yang tidak biasa kadang ada tidak benarnya. kenapa jadi kita bertaruh untuk sesuatu hal yang mungkin tidak ada benarnya? kenapa kita menyusun bait panjang kalau bait pendek saja sudah cukup membahagiakan? kenapa kita sibukkan diri dengan beribu rencana kalau duduk bermain gitar disini adalah sesuatu yang lebih menyenangkan? hahaha.


. . .
i try to picture a girl
through a looking glass
see her as a carbon atom
see her eyes and stare back at them
see that girl
as her own new world
though a home is on the surface, she is still a universe
. . .



mede
/menyibukkan diri malam hari

taruhan

sebuah meja bundar besar, dari kayu. entah memang aslinya, ataukah hanya replika, seperti sebagian besar belakangan ini. aku sekarang di hadapannya dan aku tidak begitu pandai berhitung, seberapa banyak orang yang mengitarinya. aku juga tidak terlalu pandai mengukur, apakah meja ini benar-benar bundar seperti penafsiranku. begitulah, tidak ada rasanya pandai yang sudi melekat padaku barang sekata.

kelihatannya, ini meja taruhan. tidak tahu bagaimana caranya bermain yang penting aku merasakan aromanya. aroma persaingan. aroma saling menjatuhkan. aroma untuk memojokkan lawan main. aku tidak tahu aturan mainnya, kenapa tidak ada yang coba memberitahuku bagaimana cara memulai permainan ini? aku mulai mengitari sekitar meja, berupaya mendapatkan jawaban dari setiap sudutnya. aku lupa, kalau meja ini bundar, tak berujung dan jelas tak punya sudut. apa jadinya? mengalir saja, toh mau tak mau akan sampai giliranku memainkannya. atau jangan-jangan aku giliran pertama? entahlah.

aku tidak boleh larut dalam kebingungan ini. karena menurut hematku, taruhan itu hanya berkutat pada tiga hal, giliran, pilihan dan resiko. karena aku tidak tahu siapa lawanku, akulah yang mulai pertama, ada yang keberatan? semoga tidak. 

bagaimana memulainya, bagaimana memulainya, bagaimana memulainya. pertanyaan itu seolah memaksaku untuk tidak lagi menyembunyikan kernyitan dahiku yang kusimpan dari tadi. mencengkram ubun-ubun kepala. memejamkan mata. aku bingung. kebingungan lengkapnya. tapi berhentikah aku dalam bingung ini?  tidak bisa. aku sudah memutuskan untuk turut duduk di depan meja bundar ini dan sekarang sudah tidak mungkin lagi untukku keluar dari arena taruhan. 

aku mencoba memikirkan kembali. aku yang akan memulai taruhan ini, karena itu akulah yang menentukan aturan mainnya. cerdas. aku akan membuat aturan sendiri, dan jelas akan kubuat sedemikian rupa untuk kemenanganku di akhir nanti. walaupun kalah menang itu biasa, tapi siapa yang tidak ingin merasakan kemenangan. egoiskah? haha, rasanya kalian semua lebih egois dariku. tidak butuh waktu lama untuk membuat aturannya. aku siap memulai taruhan ini. 

sebelum mulai, aku ingin menyombongkan diri dulu. aturan main kan dariku, siapa yang bisa mengalahkannya. sekali lagi, aku mengitari seputar meja bundar, memastikan aku sudah mendapati setiap jengkalnya. karena ini kali kedua aku mengamati meja ini, aku jadi sedikit ragu apakah meja ini benar-benar dari kayu? tapi sudahlah. bukan masalah bundar, bahan kayu ataulah hal lainnya. yang pasti, akulah yang akan menjadi pemenang taruhan ini. 

aku mulai dan giliranku selesai. lama juga. siapa giliran berikutnya?

. . .

Tuhan! aku bertaruh sendiri.
meja bundar, resiko, pilihan, menang, kalah, pecundang. semuanya sama saja, tidak ada artinya.



 sedikit monolog menjelang tengah malam,
// terdiam sendiri di dalam kamar sendiri

teh dan/atau kopi

Photobucket

jalan di bus

Photobucket