itu kamu?

Photobucket

lagu lama

Photobucket

rumah kecil

kita, terdampar dalam jaman yang berbeda. aku disini asik dengan duniaku. disana aku tidak tau kau sedang asik dengan apa maupun dengan siapa. entah dengan gitar coklat selebrasimu, atau dengan lengkingan suara kecilmu, atau mungkin saja kau masih seperti biasa, sibuk duduk sendiri menatap esok yang tidak pernah tau bagaimana rupanya.

aku pernah coba memutar lensa kameraku. kamera jelek hasil jerih payahku. kucoba fokuskan pada titik yang tidak pernah kutau apa sebenarnya ia. kuupayakan posisi terbaik untuk mengambil sebuah foto, karyaku. seperti katamu, hidup harus kaya karya bukan? walaupun aku sudah berupaya mengelap keringat untuk kesekian kalinya, mencoba menutup lelah yang sudah lama berlari-lari dalam pikiranku. hidup untuk karya terbaik itu kan sebuah kebahagiaan. dan kebahagiaan itu adalah sesuatu yang indah. tahukah dimana letak indah yang sebenarnya? ketika kita tidak tahu dan kurang begitu mengerti, karya apakah yang sedang kita buat.

gitar. asal kau tahu saja, aku juga lumayan pandai memetik gitar. lagi, kunamakan ini gitar jelek hasil jerih payahku. karena sudah banyak yang mengajariku, memetik senar demi senar dengan jemari lengkap bukanlah sesuatu yang lebih rumit daripada algoritma membosankan di buku matematikamu itu. merangkai partitur demi sebuah komposisi yang paling indah itu rasanya seperti menyeduh kopi saja. kita yang membuat campurannya, orang yang nikmati aromanya. tapi, tetap kitalah yang menyantapnya, menghabiskannya sampai ke ampas-ampasnya, dengan lirikan tajam kepada semua orang sempat mencicipi aromanya.

(              )

udara malam ini sejuk juga. bersama bulan yang tidak pernah sudi menyibak mendung yang ada. bersama rintihan suara alang-alang yang sedikit berantakan. bersama pikiran dimana kau selalu meneriakkan namamu didalamnya. pernahkah kau berusaha sedikit pelankan suaramu, karena ia selalu mengitariku, di sekeliling setiap sudut yang ada terbentuk. pernah kuajak gemintang untuk menerangi pikiranku untuk menerangi gelapnya alam pikiranku. seperti malam-malam biasa. tidak ada bintang malam ini. dan sepertinya, akan seperti ini juga selanjutnya.

untuk malam ini, kita mainkan gitar saja. cukup dengan nada-nada pendek seperti biasa. karena yang tidak biasa kadang ada tidak benarnya. kenapa jadi kita bertaruh untuk sesuatu hal yang mungkin tidak ada benarnya? kenapa kita menyusun bait panjang kalau bait pendek saja sudah cukup membahagiakan? kenapa kita sibukkan diri dengan beribu rencana kalau duduk bermain gitar disini adalah sesuatu yang lebih menyenangkan? hahaha.


. . .
i try to picture a girl
through a looking glass
see her as a carbon atom
see her eyes and stare back at them
see that girl
as her own new world
though a home is on the surface, she is still a universe
. . .



mede
/menyibukkan diri malam hari

taruhan

sebuah meja bundar besar, dari kayu. entah memang aslinya, ataukah hanya replika, seperti sebagian besar belakangan ini. aku sekarang di hadapannya dan aku tidak begitu pandai berhitung, seberapa banyak orang yang mengitarinya. aku juga tidak terlalu pandai mengukur, apakah meja ini benar-benar bundar seperti penafsiranku. begitulah, tidak ada rasanya pandai yang sudi melekat padaku barang sekata.

kelihatannya, ini meja taruhan. tidak tahu bagaimana caranya bermain yang penting aku merasakan aromanya. aroma persaingan. aroma saling menjatuhkan. aroma untuk memojokkan lawan main. aku tidak tahu aturan mainnya, kenapa tidak ada yang coba memberitahuku bagaimana cara memulai permainan ini? aku mulai mengitari sekitar meja, berupaya mendapatkan jawaban dari setiap sudutnya. aku lupa, kalau meja ini bundar, tak berujung dan jelas tak punya sudut. apa jadinya? mengalir saja, toh mau tak mau akan sampai giliranku memainkannya. atau jangan-jangan aku giliran pertama? entahlah.

aku tidak boleh larut dalam kebingungan ini. karena menurut hematku, taruhan itu hanya berkutat pada tiga hal, giliran, pilihan dan resiko. karena aku tidak tahu siapa lawanku, akulah yang mulai pertama, ada yang keberatan? semoga tidak. 

bagaimana memulainya, bagaimana memulainya, bagaimana memulainya. pertanyaan itu seolah memaksaku untuk tidak lagi menyembunyikan kernyitan dahiku yang kusimpan dari tadi. mencengkram ubun-ubun kepala. memejamkan mata. aku bingung. kebingungan lengkapnya. tapi berhentikah aku dalam bingung ini?  tidak bisa. aku sudah memutuskan untuk turut duduk di depan meja bundar ini dan sekarang sudah tidak mungkin lagi untukku keluar dari arena taruhan. 

aku mencoba memikirkan kembali. aku yang akan memulai taruhan ini, karena itu akulah yang menentukan aturan mainnya. cerdas. aku akan membuat aturan sendiri, dan jelas akan kubuat sedemikian rupa untuk kemenanganku di akhir nanti. walaupun kalah menang itu biasa, tapi siapa yang tidak ingin merasakan kemenangan. egoiskah? haha, rasanya kalian semua lebih egois dariku. tidak butuh waktu lama untuk membuat aturannya. aku siap memulai taruhan ini. 

sebelum mulai, aku ingin menyombongkan diri dulu. aturan main kan dariku, siapa yang bisa mengalahkannya. sekali lagi, aku mengitari seputar meja bundar, memastikan aku sudah mendapati setiap jengkalnya. karena ini kali kedua aku mengamati meja ini, aku jadi sedikit ragu apakah meja ini benar-benar dari kayu? tapi sudahlah. bukan masalah bundar, bahan kayu ataulah hal lainnya. yang pasti, akulah yang akan menjadi pemenang taruhan ini. 

aku mulai dan giliranku selesai. lama juga. siapa giliran berikutnya?

. . .

Tuhan! aku bertaruh sendiri.
meja bundar, resiko, pilihan, menang, kalah, pecundang. semuanya sama saja, tidak ada artinya.



 sedikit monolog menjelang tengah malam,
// terdiam sendiri di dalam kamar sendiri

teh dan/atau kopi

Photobucket

jalan di bus

Photobucket

pesan singkat

hari ini. pesan singkat menyapaku. tidak seperti sebelumnya, dia diam disana. hanya melemparkan tatapan. hanya membagikan pandangan.

hari ini. pesan singkat menyapaku. walaupun ini bukan pertama kalinya. aku sedikit gagu. bagaimana membuat pembicaraan singkat. dan membuat, seolah-olah kita dekat. toh, kita juga teman sejak lama jadi apa salahnya, iya kan?

hari ini. pesan singkat menyapaku. harus kuakui. aku senang kau menyapaku kembali. bolehkah aku bertanya. kenapa kau berdiam begitu lama? jangan diamkan aku lagi ya. karena aku senang kita saling menyapa. seperti dulu.




mengamati pesan singkat, satu-satu
//dalam kampus cilandak, bersama teman lama, dimalam ditiga puluh mei