cinta

masalah ini tersedak sekarang dalam pekat dalam tenggorok dan badan seluruhnya. dulu memang tersepelekan kata yang tersingkat sedikit ini, karena memang tidak pernah ada berdampak mengakar hebat dalam setiap inchi hidup ini. dan akhirnya, aku merasakannya, menjalankannya, hingga ia merasuk pekat dalam akal, rasa, pikir, sentak dan berbuat.
awalnya memang biasa saja, hanya sebuah proses kagum yang berlebihan saja. namun, ya apa mau dikata, dia mulai tumbuh, menancap, secara resesif mematenkan dirinya menjadi bagian dalam tubuh yang sudah ringkih ini. akhirnya, sadar itu mulai muncul, ketika dulu senyuman simpul sering bergelora melihat pemuda-pemudi saling mencinta dan dicinta. sedikit sepele muncul ke permukaan ketika yang satu bergombal durja kepada sang dicinta. ketika hati, pikir, dan rasa mengatakan, tidak usah berlebihan kawan, biasa saja. ternyata. ternyata. seperti ini cinta menawarkan dirinya.
coba bermain-main dengan bahasa indonesia. dia artikan cinta itu sayang yang berlebihan, sayang sekali, terpikat, berharap sekali. pengartian yang menunjukkan bahwa cinta benar-benar proaktif secara kontinum. kita sedikit berdusta ketika kita cinta pada yang satu, kita lupakan cinta itu secara holistik. pasti ada pecahan-pecahan aktif yang bisa tumbuh seperti awal pecahnya. singkatnya, hati-hati dengan cinta.
sedikit berdefinisi kembali, cinta dalam hemat mayoritas adalah zat yang membuatnya teringat terus akan yang dicinta, senantiasa sering beriring menyebut-sebut nama yang dicintanya dan pada tingkat kulminasi, sang pencinta tunduk terhadap segala apa ingin yang dicinta.
dan sekarang
sekarang
aku merasakannya. ia sedang bermain dalam pikirku, benakku, batinku, lakuku, inginku. ya, dia yang menstimulasinya. seorang di seberang sana, yang kuharap punya sedikit senyum untuk dibagi untukku.
entah ini akan terus berlarut-larut dan berakhir posesif, atau ia akan menciut keriput serta mengerucut menjadi liliput. harapku, semua akan terus bergelora, bereuforia semarakkan diri untuk masa yang didepan. harapku, sang dicinta dapat paham bahwa yang kubawa ini bukanlah punya anak sekolah menengah atas lagi yang dahulukan negative dari positif, hura didepan bahagia, dan laknat dibandingkan nikmat. namun, yang kupunya hanyalah harap, yang entah diresponsif secara positif atau destruktif aku juga tidak memaham secara baik.
kutulis dalam ikat yang kubuat dengannya,
dengan senyuman,
-maidiyanto rahmat-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar